Selasa, 12 Agustus 2014

Adrian Mamahit melihat adanya "Ultimate" berdasarkan pengalaman dalam Kisah Para Rasul 4:12

Pergumulan yang sering kita temui dalam dunia yang fana ini adalah pertemuan dengan keanekaragaman. Dalam hal ini, kita sering tidak memahaminya untuk itu kita coba melihat keanekaragaman dari sudut pandang Mark Heim yang menurut Paul F.Knitter merupakan penulis yang menulis dari hati. Bagi Mark Heim, kemungkinan untuk mencapai(mendekati) keseimbangan adalah model penerimaan, untuk itulah penerimaan dalam hal ini dilihat berdasarkan pendekatan terhadap perichoresis. Dalam hal ini perichoresis berasal dari bahasa Yunani yang jika dimaknai dalam bahasa Indonesia bermakna bahwa sepenuhnya memiliki konteks hubungan kasih. Dalam hal ini tercipta suatu persekutuan dengan Allah. Oleh karena itulah, dalam konteks hubungan kasih dengan Allah ini terdapat tiga dimensi sehingga Mark Heim melihat bahwa perichoresis  berdasarkan dimensi Impersonal, dimensi Personal & dimensi Persekutuan.

Heim melihat ketiga dimensi ini merupakan sesuatu yang baik, sebab melalui dimensi ini akan tercipta suasana yang saling menghargai. Namun karena Heim memeluk agama Kristen menjadikan agama Kristen yang bercorak dimensi persekutuan sebagai agama yang ultimate, sedangkan agama-agama pada dimensi impersonal dan personal penultimate. Berdasarkan pandangan seorang Mark Heim, maka saya berani mengatakan bahwa Kisah Para Rasul 4:12 yang berbunyi demikian“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” bisa dianalogikan sebagai dimensi persekutuan. Sebab, melalui dimensi persekutuanlah saya melihat adanya usaha secara bersama-sama untuk menghadirkan sesuatu yang sempurna. Dalam hal ini untuk memperoleh kesempurnaan diperlukan impersonal dan person, dalam hal ini Yesuslah sosok impersonal dan person yang menjadi batu penjuru. Sebab Yesus mau berkorban bagi siapa saja dan sekaligus menjadi person, karena Yesus bisa menjadi teladan bagi yang mempercayaiNya oleh sebab itulah melalui teks ini Yesus telah menjadi sebuah batu penjuru. Hal inilah menjadikan dimensi Impersonal dan Personal harus mengakui bahwa dimensi Persekutuan sebagai yang sempurna dari yang baik.  
Selain itu juga melalui teks ini dapat dilihat adanya unsur ajakan  untuk membentuk sebuah persekutuan, dan perlu diketahui bahwa teks ini bukan sebuah perintah untuk memperoleh keselamatan. Karena teks ini berusaha memberikan alternatif  yang tidak bersifat untuk mengharuskan.Sama halnya sebuah lampu lalu lintas di jalan raya, yang dimana lampu lalu lintas itu hanya memberi pentujuk dan tidak memaksa pengguna jalan raya untuk mematuhinya. Dan apabila ada kecelakaan lalu lintas yang pantas untuk disalahkan atas terjadinya kecelakaan adalah pengguna jalannya. Dan apabila dianologikan dengan seseorang yang mau diselamatkan melalui versi Kristen,orang itu harus mempercayai akan keberadaan Yesus sebagai batu penjuru terlebih dahulu agar orang itu tidak mengalami kecelakaan . Oleh karena itulah, agama Kristen merupakan agama yang menawarkan sesuatu yang sempurna, namun masih banyak yang belum menyadarinya. Dan cara menyadarkannya tidak perlu dengan cara kekerasan atau paksaan, cukup dengan memberikan pentujuk sebab itulah esensi dari sebuah batu penjuru yang melahirkan kesempurnaan. Karena sesuatu yang sempurna itu harus menghargai yang baik, sebab sempurna itu berangkat dari sesuatu yang baik. Dan apabila  tidak ada yang baik secara otomatis yang sempurna itu juga tidak ada.
 Oleh karena itulah kita harus melihat bahwa sosok Yesus itu sebagai pembela bagi siapa saja yang mempercayai segala ajarannya, sebab Yesus hanya mengajak bukan berarti makhluk ciptaanNya yang berakal budi itu harus mengikutiNya. Sebab Dia hanya bertugas sebagai penunjuk jalan, fungsiNya hanya berusaha memberikan pentunjuk dan selebihnya diserahkan kepada manusia untuk memilih jalannya masing-masing. Dan sebagai batu penjuru Dia, menghargai pilihan orang-orang yang tidak memilihNya karena itulah kita yang mengaku sebagai pengikut ajaran kasih harus menghargai pilihan sesama kita agar terciptalah suasana persekutuan yang sejati.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar