Saya dilahirkan dalam
keluarga Mamahit-Manahampy di Makassar yang dulunya dikenal dengan kota Ujung
Pandang. Saya yang memiliki nama lengkap Adrian Mamahit, lahir dari keluarga
yang sederhana dengan nama orangtua
Pelly Mamahit dan Nelly Manahampy. Anak kedua dari empat bersaudara ini
menikmati masa Taman Kanak-Kanaknya di TK Frater Bakti Luhur dan melanjutkan
Sekolah Dasar di SD Frater Bakti Luhur serta Sekolah Menengah Pertamanya di SMP
Frater Tamhrin Makassar. Pada tahun 2003, saya melanjutkan Sekolah Menengah
Atas di SMU Dian Harapan Makassar.
Dalam keluarga, saya
dikenal sebagai anak baik yang pendiam dan pemarah walau demikian terkadang saya sesekali menunjukkan keusilannya. Saya
juga sering tidak sabar dalam menghadapi sesuatu, tidak mandiri dan ketika
menginginkan sesuatu, ia harus mendapatkannya. Penggemar makanan pedis ini,
sangat berpegang teguh pada pendiriannya, dan hal yang paling tidak disukainya
adalah kebohongan. Kejujuran adalah hal yang penting baginya. Sedangkan hal
yang paling disukainya ada olah raga sepak bola. Saya tidak pernah ketinggalan
tentang informasi yang berhubungan dengan pertandingan sepak bola.
Saya pernah
memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pengacara, namun keinginannya itu
tidak dikehendaki oleh-Nya sebab ketika melihat hasil ujian test menunjukkan
bahwa nama Saya Mamahit tidak terdapat di daftar nama yang lulus di fakultas
hukum. Setelah bergumul dan mengingat bahwa untuk menjalani kehidupan ini
haruslah memiliki keinginan, dan keinginan Saya pada saat itu, mau didengar
oleh banyak orang maka pada tahun 2007, Saya
melanjutkan studinya di perguruan tinggi STT Jakarta yang dimana akan mengantar
Saya untuk bisa menjadi seorang pendeta. Selain itu juga Saya harus berpisah
untuk sementara waktu dengan orang tua dan saudara-saudaranya yang ada di ada
di Makassar.
Pada semester
awalnya Saya cukup senang dan menikmati perkuliahannya karena merasa nyaman
dengan lingkungan dan karena perpisahannya dengan keluarga membuatnya merasa
bebas dan belajar untuk menjadi seorang pria yang mandiri dan
bertanggungjawab. Namun pada awal
semester kedua, Saya mulai merasa tidak nyaman hingga mengakibatkan Saya
sesekali ingin pindah melanjutkan studinya di tempat lain hal ini disebabkan
karena mulai terasa bahwa STT memang beda dari sekolah pada umumnya. Hal yang
sering membuat Saya tidak nyaman, karena banyak orang awam menilai bahwa orang
yang bersekolah sebagai calon pendeta harus bisa memberikan teladan.
Namun dengan
ketidakbiasaan itu Saya tetap menjalaninya sehingga ia telah dan mampu melalui
masa-masa menjenuhkan itu dan sampai sekarang Saya masih menjalani
perkuliahannya di STT Jakarta. Malah sebaliknya Saya kini mulai menikmati masa
perkuliahannya yang diselingi dengan beberapa pengalaman praktek lapangan di
beberapa tempat seperti di Cirebon, Lampung dan Manado.
Banyak hal yang
telah dialami oleh Saya dari pengalaman-pengalaman prakteknya. Misalkan pada
waktu praktek pertama di Cirebon, Saya di tempatkan di Fahmina Institute.
Dimana famina Institut ini merupakan suatu LSM yang bergerak di bidang
kemanusiaan. Fahmina Institute ini sangat memperhatikan hal-hal yang sering
dianggap tidak penting bagi kebanyakan orang. Dalam hal ini Saya mendapat
pelajaran, bahwa Kasih Allah itu tidak terbatas karena melalui Institut ini
sehingga Kasih Allah juga dapat dirasakan bagi orang-orang yang merasa
diperlakukan tidak adil, misalnya bagi para pedagang yang digusur mendapat
bantuan pembelaan berupa team pengacara yang disediakan oleh Fahmina Institute untuk
memperoleh keadilan.
Pengalaman
praktek di Lampung, tak jauh berbeda dengan praktek pertama, tepatnya di GPIB
Jemaat Pancaran Kasih Lampung. Di CP 1, Saya mendapatkan seorang mentor yang
merupakan alumni dari STT Jakarta yang bernama Pdt. Lefijandie
R.J.Kembuan, S.Th. GPIB Pancaran Kasih terletak sangat jauh dari perkotaan
atau dalam artian terletak di pedalaman Lampung Selatan. Hal ini membuat Saya
mendapat pelajaran bahwa untuk memberitakan Firman Tuhan tidak memandang tempat
sekalipun dipelosok daerah yang terpencil, dan untuk menjadi seorang pendeta
harus memiliki komitmen yang tinggi.
Pengalaman CP
kedua di Manado, tepatnya di Mondoinding Minahasa Selatan. Memerlukan 3 jam
dari Bandara Sam Ratulangi untuk tiba di sana. Saya ditempatkan di GMIM Jemaat
Zaitun Palelon Modoinding Kabupaten Minahasa Selatan. Ditempat ini Saya banyak
menimba ilmu bahwa di daerah yang mayoritas Kristen tidak lepas juga dari
masalah. Sebab masalah yang sangat sering Saya temui di sana, adalah karena
begitu banyaknya ilmu teologi sehingga mereka saling berebut anggota jemaat. Tak
dapat disangkal pula bahwa terkadang mereka saling menjelek-jelekkan nama baik
diantara mereka. Dalam hal ini Saya melihat bahwa pentingnya sebuah pendirian
yang teguh dari para pemimpin-pemimpin ilmu teologi yang ada di sana untuk
tetap menjaga kesatuan dan keharmonisan hubungan sesama umat kristiani.
Berdasarkan beberapa pengalaman
saya tersebut, secara pribadi saya melihat kehadiran ilmu teologi di
tengah-tengah masyarakat yang majemuk itu harus di tekankan kepada umat Kristen
bahwa mereka memiliki keterikatan antara fungsi sosial dan masa depanya. Hanya
dalam kesetiaan ilmu teologi mendampingi dan mengarahkan umatnya dalam
mengatasi masalah kemajemukkan ini, yang bisa membantu dalam mewujudkan ilmu teologi yang mempunyai makna dan masa
depan. Untuk itulah ilmu teologi sangat di perlukan orang kristen di tengah –
tengah konteks yang majemuk. Masalah konteks kemajemukkan ini dapat di atasi
apabila ilmu teologi tetap membuka dirinya bagi pembaharuan dan perkembangan
ilmu teologi yang sebagai panduan untuk, mengembangkan spritualitas di tengah –
tengah konteks kemajemukkan ini. Selain itu juga orang kristen dapat melihat
perkembangan mengenai Tuhan lewat panggilan, penghayatan, serta juga dengan
pemahaman.
Pangalaman-pengalaman
yang telah diperoleh saya baik pada saat CP maupun keseharian di STT Jakarta,
sangat memberikan dampak yang positif bagi diri saya secara pribadi. Dalam hal
ini, saya terlatih untuk berpikir dan bertindak secara mandiri namun harus
menjunjung tinggi nilai-nilai ouikumenis. Oleh karena
itulah, selama saya hidup, selama itu pula kita harus terus belajar.
Berdasarkan itulah ilmu yang saya dapatkan selama di STT Jakarta belumlah
cukup, bahkan saya merasakan bahwa proses berteologi akan terus berlanjut
sampai saya kembali menjadi tanah.
Oleh karena itulah, ketika kita dilahirkan dan dibesarkan di dunia
yang fana ini, kita akan merasakan sesuatu yang harus kita penuhi yakni sikap
kita dalam menggumuli segala sesuatu yang kita dapatkan di dunia yang fana ini.
Oleh karena itulah, selama kita hidup selama itu pula kita harus terus belajar.
Untuk itulah kita memerlukan pentunjuk jalan agar dalam menggumuli kehidupan
ini kita tidak terjebak dalam kefanaan dunia ini,dan sebagai pengikut ajaran
kasih kita harus menjadikan Alkitab sebagai pedoman kehidupan kita ini dalam
menghadapi pergumulan kehidupan ini. Berdasarkan itulah kita harus menekuni
Firman Tuhan,dan semoga pengharapan yang ada di hati kita ini terus berkobar
sekalipun tantangan dan pergumulan datang silih berganti. Berteologi adalah
suatu kegiatan para orang percaya dan beriman di dalam gereja, untuk itulah
hakikat gereja dan iman Kristen itu mengharuskan orang berteologi sebagai umat
Tuhan yang percaya dan mengimani kemahakuasaan Allah di dunia yang fana ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar