Dosa sering dipahami sebagai bagian dari kehidupan kita, karena itulah banyak yang mengatakan bahwa dosa adalah perbuatan yang wajar. Oleh karena itulah sering kita diperhadapkan dengan pernyataan bahwa dosa merupakan hal yang dapat dimaklumi apabila dapat dipertanggung jawabkan. Hal inilah yang saya coba bandingkan dengan pertayaan bahwa apa dosa bagian dari rencana Allah ?
Pendahuluan :
Alkitab diawali dengan sebuah kisah
mengenai penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya, hal ini ditujukan
untuk memperlihatkan dan memperdengarkan pengakuan dan pemahaman iman
Israel,bahwa Allah Israel adalah Tuhan yang berkuasa atas dunia ini. Dan penciptaan
manusia sebagai puncak karya Allah ( Kej 1:26 ),sebab Allah berkehendak untuk
menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah. Hal ini menandakan bahwa
adanya hubungan khusus antara Allah dan manusia, oleh karena itu sepantasnya
manusia menyadari akan keistimewahaan ini.
Hubungan khusus antara Allah dan
manusia ini, dapat juga dipahami sebagai rekan sekerja Allah dalam menatalayani
dunia ini. Dalam hubungan itu, manusia memperlihatkan seluruh bentuk ketaatan,
dan kesetiaannya, dalam jalur bertanggung jawab kepada Allah. Maka itu manusia
harus mempertahankan dan memilihara hubungan khusus itu secara bertanggung
jawab. Namun dalam Perjanjian Lama tepatnya di Kejadian 3, dikisahkan bahwa
manusia telah merusak hubungan khusus antara manusia dan Allah. Manusia menolak
dan melanggar serta memberontak dan melawan Allah, sehingga hubungan itu
terganggu dan akhirnya terputus. Namun, hubungan tersebut menjadi membaik
setelah adanya pengorbanan dari pribadi Allah melalui perantara Yesus.
Berdasarkan itulah, penulis melihat
ada yang menarik dari serangkaian peristiwa tersebut. Bahkan penulis berasumsi
bahwa dosa merupakan rencana Allah, yang bertujuan untuk memperlihatkan kuasa
Allah, agar manusia sadar bahwa Allah itu sangat berkuasa. Oleh karena itulah,
penulis akan berusaha untuk memaparkan untuk menjawab asumsi penulis tersebut.
Isi:
·
Memahami
Dosa.
Dosa sudah ada di alam semesta
sebelum Hawa dan Adam jatuh ke dalam dosa. Hal dapat dilihat dari, hadirnya
penggoda Hawa dan Adam yang digambarkan dalam bentuk ular berkaki di Taman
Eden. Tapi dalam Alkitab tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis
dan malaikat-malaikat ke dalam dosa,kecuali asal mula dosa dalam kaitannya
dengan manusia. Pada awalnya dosa sering dipahami berasal dari Allah, bahkan
apabila ada penyakit, atau adanya bencana alam selalu dihubungkan dengan dosa.
Misalnya saja dalam Perjanjian Lama, ada kisah
tentang Ayub yang mengalami musibah dan para sahabatnya menganggap bahwa Ayub
telah berdosa terhadap Allah. Di Perjanjian Baru pun ada dalam kisah tentang
orang buta sejak lahir ( Yohanes 9:1-3 ), masyarakat setempat menganggap bahwa
keluarganya telah berdosa. Hal ini sebenarnya bisa saja salah, sebab perlu kita
pahami bahwa dosa dimulai dengan pelanggaran Hawa dan Adam yang dipahami
sebagai dosa pertama manusia, kemudian dosa dilanjutkan dengan tindakan yang
dilakukan oleh manusia dengan kesadaran penuh ( Berkhof 2008,88-91 ). Namun,
bisa saja benar sebab Allah khan maha tahu mengapa Allah tidak bisa mencegah
perbuatan Hawa dan Adam. Setelah ditelesuri, ternyata manusia telah melakukan
dosa dengan kesadaran penuh.
Dalam hal ini dosa dipahami bahwa,
asal dosa itu bukan dari Allah (Littlefair 1975,38). Dosa dapat dirumuskan
sebagai kejahatan, kesalahan, penyimpangan, bahkan dosa juga bisa dipahami
sebagai pemberontakan manusia terhadap Allah dan sesamanya (Dyrness
2009,87-89). Namun, selain itu dosa juga
bisa dipahami sebagai sikap hati manusia yang menolak pengenalan akan Allah.
Dosa adalah perbuatan yang menyimpang dari kebenaran dan kebaikan, hal ini pun
didukung dengan pernyataan dari arti dosa yakni tidak tepat pada sasaran.
Pengertian tersebut berasal dari bahasa ibrani chata sedangkan bahasa Yunani
amartia, oleh karena itulah tindakan yang tidak mengena sasarannya adalah
sia-sia ( Roma 3:9-20 ).
Dengan
demikian, dosa bukanlah sebuah insiden bahkan bukan juga sebuah perbuatan
kebetulan yang bersifat terpaksa untuk dilakukan manusia. Tetapi dosa merupakan
hasil dari sikap hati manusia yang jahat terhadap Allah, sehingga dosa
dilakukan secara sadar oleh manusia. Dosa itu terkait dengan isi kehidupan dan
keberadaan manusia sehingga kita tidak dapat mengatakan bahwa hal itu hanya
sebuah perbuatan yang kebetulan terjadi, tanpa mengikut sertakan kesadaran
manusia. Oleh karena itu kita harus menyadari bahwa betapa besarnya dampak dosa
bahkan dapat dikategorikan sangat serius hal ini, sehingga Allah sendiri
mengorbankan diriNya dalam Yesus untuk menebus dosa-dosa manusia,agar manusia
kembali sempurna dihadapan Allah (Graham 1959.44).
Dosa
bukan hanya suatu tindakan jasmani, namun sikap ekspresif mencerminkan hati
manusia yang telah menyimpang dari kehendak Allah. Dosa dapat dipahami sebagai
ancaman bagi kehidupan manusia, Jiwa manusia pun rusak, pandangan iman Kristen
tentang hal ini bertolak belakang dengan pendapat-pendapat yang bersifat
mistik, sebab dimana masalah tubuh dan jiwa dipisahkan secara tegas dengan
menyebutkan bahwa jiwa menjadi bagian
yang ilahi, sedangkan tubuh adalah bagian yang fana dan bersifat duniawi. Oleh
karena itulah, hati memang penurut tetapi apa daya daging ini lemah sehingga
manusia selalu melakukan dosa dengan kesadaraan yang penuh. Sebab itu, manusia
harus setia saat harus memperbaiki hubungan dengan Allah dalam bentuk
permohonan pengampunan dosa. Orang tidak dapat menjadi suci ketika sudah
bertobat, sebab pertobatan itu sendiri adalah suatu proses yang harus dijalani
dan dilakukan setiap saat (Graham 1959.119). Dengan demikian, manusia harus
mensyukuri dengan pengorbanan Allah melalui perantara Yesus, manusia
diselamatkan dari dosa.
·
Allah
Telah Merencanakan yang Terbaik Untuk Manusia.
Kehadiran
Yesus merupakan suatu lambang,bahwa Allah sangat baik terhadap manusia.
Kasih-Nya yang begitu agung, diberikan melalui penyerahan diri-Nya melalui
pribadi Yesus di kayu salib untuk menebus semua dosa-dosa manusia, agar manusia
dapat memperoleh hidup yang damai dengan Allah dan memperoleh kemuliaan di
hadapan Allah. Yesus banyak mendapatkan gelar, misalnya saja Sang Anak Domba, Mesias,
namun dalam konteks sekarang Yesus akan dipahami sebagai Sang Penyelamat. Dalam
Perjanjian Lama, dikatakan bahwa, orang Yahudi menantikan kedatangan seorang
Mesias, yang akan menyelamatkan manusia. Dan ketika Yesus muncul dalam
Perjanjian Baru, adanya harapan terhadap Yesus untuk menyelamatkan orang-orang
Yahudi dari penindasan pemerintahan Romawi.
·
Penyelamat
Dalam Perjanjian Lama.
Penyelamat di Perjanjian Lama
disebut yesyu’a dan dalam bahasa
yunani disebut soteria,yang berarti
pembebasan dari bahaya atau penyakit yang mencakup keselamatan, kesehatan dan
kemakmuran (Douglas dkk 1995,375). Dalam hal ini soteria ditujukan kepada tokoh-tokoh tertentu, misalnya saja Otniel
dan Ehud yang disebut penyelamat ( Hak 3:9-15). Dalam kisah ini, bangsa Israel
melakukan dosa klasik sebab bangsa Israel, lebih menyukai ilah-ilah setempat
ketimbang Allah Israel,sehingga bangsa Israel dihukum kemudian datanglah
penyelamat yang memberikan keamanan kepada bangsa Israel (Wilcock 2005,52-53). Pada
zaman nabi Nehemia umatnya mengenang dan mengingat bahwa Allah telah berjanji
akan mengirimkan penyelamat yang akan membebaskan umat Allah dari kejahatan.
Dalam Perjanjian Lama, kata keselamatan berhubungan dengan ketenteraman ,
kesejahteraan, damai dan kemakmuran. Yesyu’a
juga berarti pembebasan dari situasi yang menyedihkan, misalnya ketika Hana
mendapatkan anak maka ia bebas dari kemandulan, dan ia berbahagia karena
keselamatan yang diperolehnya.
Selain itu juga, kata yesyu’a bisa memiliki makna pertolongan dalam situasi
bahaya dan penuh ancaman sehingga maknanya berarti mendapatkan kemenangan.
Misalnya saja ketika Eleazar memukul mundur bangsa Filistin (1 Taw 11:14),
selain itu juga kata yesyu’a ini
menandakan jika Allah memberikan keselamatan kepada bangsa Israel pada saat
dikejar tentara Firaun. Di dalam Perjanjian Lama,kisah penyelamatan menjadi
penting dalam sejarah kehidupan manusia, oleh karena itulah kata yesyu’a bisa dipahami sebagai peristiwa
keselamatan dari kuasa dosa yang membelenggu manusia.
·
Penyelamat
Dalam Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Baru, penyelamatan
berhubungan erat dengan kesembuhan dari penyakit, misalnya saja ada kisah
tentang seorang perempuan yang sakit pendarahan yang kemudian diselamatkan oleh
Yesus karena imannya ( Luk 8:43-48 ). Penyembuhan itu merupakan suatu
penyelamatan yang diberikan oleh Yesus karena iman yang dimiliki oleh perempuan
tersebut, hal ini pun didukung dengan kisah Yesus ketika menyembuhkan seorang
buta dari Yerikho sehingga bisa melihat kembali.
Ada yang menarik dalam Perjanjian
Baru bila berbicara tentang keselamatan,yakni sejak kejatuhannya manusia dalam
dosa baik sebagai perseorangan maupun sebagai masyarakat memerlukan penyelamat,
oleh karena itu dalam Perjanjian Baru manusia memerlukan penyelamat (Douglas
dkk 1995,377). Sehingga dalam Perjanjian Baru,adanya jalan keselamatan yang
Allah berikan agar manusia dapat keluar dari dosa.
Di Perjanjian Baru, Yesus mati untuk menebus
dosa-dosa manusia agar manusia bisa
selamat dan keluar dari belenggu dosa. Hal ini dilakukan Yesus bukan hanya
sekedar menjadi peristiwa dalam sejarah, kisah ini dikenal dalam Perjanjian
Baru dengan sebutan vikarius yang
berarti bahwa Yesus tidak mati untuk diri-Nya sendiri,melainkan untuk menjadi
perantara bagi manusia ( Ladd 1974,172 ).
Oleh karena itu keselamatan yang
diberikan oleh Yesus ini tidak dapat dipisahkan dari kasih karunia Allah yang
diberikan untuk manusia. Jikalau Allah tidak mengasihi manusia, tidak mungkin
Allah mau menyelamatkan manusia dengan mengutus putra-Nya yang tunggal untuk
mati bagi manusia ( Yoh 3:16 ). Keselamatan bagi orang Kristen ini sangat
berhubungan erat juga dengan hidup dan perjuangan Yesus itu sendiri ( Ladd
1974,173). Dengan keselamatan yang diberikan oleh Yesus, maka kita diampuni
dari segala dosa dan kelemahan.
Kematian Yesus bukan hanya
berkaitan dengan manusia dan dosanya, melainkan juga menyangkut Allah, dalam
hal ini disebut dengan istilah hendak mendamaikan ( Ladd 1974,175). Allah telah
menentukan putra-Nya yang tunggal, untuk menjadi hilasterion atau jalan keselamatan karena iman ( Rm 3:24-25 ).
Istilah hilasterion yang secara
tradisi diterjemahkan hendak mendamaikan, namun oleh kebanyakan ahli teologi
diartikan dengan kata expiasi atau
penebusan ( Ladd 1974,175).
Kesimpulan :
·
Relevansi
Dalam Kehidupan Sehari-hari.
Manusia memang diberi hak atas bumi
ini, tetapi hak yang diberikan Allah kepada manusia itu menurut penulis adalah
hak pakai, bukan hak milik. Manusia berhak memakai sumber-sumber alam untuk
kepentinggannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian tetaplah
harus diingat bahwa pemakaian sumber – sumber alam ada batasnya, yaitu sebatas
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Manusia harus ingat kalau manusia
itu bukan pemilik bumi ini, pemilik bumi dan segala isinya tetaplah Allah. Oleh
karena itu, manusia tidak boleh menggunakan sumber – sumber yang ada dibumi ini
dengan seenaknya atau memperlakukan bumi ini seolah-olah miliknya manusia. Bumi
adalah milik Allah, itu telah ditegaskan penulis. Manusia harus mempertanggung
jawabkan segala sesuatu yang dilakukannya di bumi ini kepada Allah, Sang
pemilik.
Manusia hidup membalikkan fakta
tersebut. Manusia bukan hanya melebihi hak pakai yang Allah berikan, manusia
memanfaatkan isi bumi ini dengan seenaknya, manusia memanfaatkan dosa yang
telah dibuat oleh nenek moyang manusia, untuk terus berbuat dosa. Manusia
memang telah berdosa, tetapi Allah telah memberikan kesempatan untuk manusia
dalam memanfaatkan segala ciptaan Allah ini, dengan tidak seenaknya. Karena
bumi tidak diberikan kepada satu generasi manusia saja, tetapi diberikan kepada
semua umat manusia turun-temurun, dari generasi ke generasi.
Seharusnya sebagai kawan atau mitra
kerja Allah, manusia harus selalu hidup dalam hubungan yang benar dengan
penciptanya. Relasi antara manusia dengan Allah harus selalu ditumbuhkembangkan
dengan baik, setiap tindakan manusia juga harus memperlihatkan sikap kesetiaan
dan ketaatan pada kehendak Allah.Oleh karena itu, setiap generasi wajib
menyadari tugas dan kewajibannya untuk memelihara alam agar generasi selajutnya
tidak hanya meneruskan kebudayaan dosa saja , melainkan juga meneruskan tugas
dan kewajibannya. Sebab Yesus telah mati untuk mengapus dosa-dosa manusia
bahkan, Yesus telah bangkit yang menandakan bahwa iman Kristen telah dinyatakan
dalam pemahaman yang mengatakan bahwa manusia telah berdamai dengan Allah
(Graham 1959.180-184).
Dosa adalah ancaman bagi kehidupan
manusia, berdasarkan itu juga tidak ada seorang pun hidup tanpa dosa, sebab
dosa pada hakekatnya adalah penyimpangan yang dilakukan oleh manusia terhadap
kehendak Allah, sehingga menyebabkan manusia yang awalnya memiliki kemuliaan
Allah telah mengalami kehilangan kemuliaan Allah (Littlefair 1975, 102-105).
Oleh karena itu,dosa harus dipandang sebagai sesuatu yang serius namun karena
kasih-Nya dan kehendak-Nya, Allah telah mengerjakan penyelamatan atas manusia
dan alam semesta, sehingga manusia harus mengolah kehidupannya dan alam semesta
ini secara bertanggung jawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Berkhof,Louis. Teologi
Sistematika V.2:Doktrin Manusia. Surabaya: Momentum.2008.
Douglas,J D.dkk.Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini (Jilid II M-Z)Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina
Kasih.1995.
Dyrness,William. Tema-Tema
Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang:Gandum Mas.2009.
Graham,Billy.Damai
Dengan Allah.Jakarta:Badan Penerbit Kristen.1959.
Ladd,George E.A
Theology of the New Testament.Cambridge:Lutterworth Press.1974.
Littlefair,Duncan
E. Sin Comes Of Age.Philadelphia:The
Westminster Press.1975.
Miller,Patrick
D.Sin And Judgment In The Prophets ( A
Stylistic and Theological Analysis.
Chico
CA:Scholars Press.1982.
Wilcock,Michael.Hakim-Hakim (Cahaya Anugerah Allah Sangat
Berkilau Kendati Dosa
Manusia Begitu Pekat).Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar